Minggu, 06 Mei 2012 aku bersiap untuk pergi ke cinema XXI di Paragon mall Semarang. Aku melihat 2 buah tiket film yang telah ku beli pada hari Jumat dan menatap jam dinding ternyata sudah jam 9.30 WIB lalu aku mencium ketekku yang membuatku sadar bahwa aku harus segera mandi. Setelah aku mandi, aku bersiap dan menunggu Riska menjemputku dan aku ijin kepada ibu, om dan nenek untuk pergi mengerjakan tugas. Tetapi tanpa diduga ketika Riska datang dan bertemu dengan ibuku ia bilang ia akan mengajakku pergi menonton film. Dan itu berbalik lurus sekali dengan ijin yang kuutarakan sebelumnya kepada ibuku.
Singkat kata aku pun langsung pergi bersama riska. Ketika di pom bensin, aku lupa membawa tiketku dan kami pun kembali kerumah untuk mengambil tiket. Ditengah perjalanan kami berhenti di pom bensin ngaliyan untuk menunggu Ida yang ingin ikut nonton film. Kami berangkat lebih awal karena agar Riska dan Ida tidak kehabisan tiket film Titanic 3D mereka. (nah terus 2 tiket tadi?) yang dua tiket tadi itu milikku dan temanku, Putra atau yang sering kusebut PaUs. Aku menonton tidak hanya bersama Paus melainkan juga bersama Ino dan temannya kalau tidak salah namanya Dika. Kami berempat akan menonton film The Avenger 3D dan diantara kami berempat akulah wanita satu-satunya. Yasudahlah.
Sesampainya di XXI Paragon Mall, kami langsung menuju ke XXI untuk membeli tiket Titanic 3D. Kami mengantri dan itu membuatku tidak nyaman karena seseorang dibelakangku mepet-mepet punggungku. Kurang ajar sekali bocah itu. Setelah membeli tiket, kami mondar-mandir naik dan turun keliling mall mencari tempat duduk dan minuman. Karena uang sedang tipis, aku sarankan untuk membeli air mineral botol kecil seharga 6000 rupiah. Tetapi ia menolak dan akhirnya Kami membeli minuman teh. Yang murah –
Kami kembali ke XXI dan duduk sambil menunggu jam tayang film. Selain itu aku juga menunggu PaUs dkk karena kami membuat janji untuk bertemu di XXI saja. Lama aku menunggu mereka tak kunjung datang. Sampai Riska pergi ke studio dan meninggalkan aku sendiri dibawah tepatnya di cafe XXI aku bolak-balik mencari dan mencari mereka di pintu masuk, loket antri tiket, bahkan di pojok ruangan. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk ke atas berpikir mungkin saja mereka telah menunggu di depan studio. Namun mereka tidak ada malah aku menemukan Riska dan Ida dan aku menghampirinya. Lama aku menunggu takut jika kelewatan. Aku tak melihat mereka, mereka tidak melihat aku. Bingung. (dramatis ya? Tapi inilah kejadian sebenarnya) lama aku menunggu hingga Riska dan Ida meninggalkanku untuk yang kedua kalinya
“selamat tinggal Dewi, aku meninggalkanmu. Lebih baik aku kehilanganmu daripada filmku” katanya dengan melambaikan tangan dan berjalan meninggalkanku
Aku pasrah. Akhirnya ku telfon Ino, suaranya tidak jelas. Aku sms, tidak dibalas. Aku telfon berkali-kali hingga pulsaku habis, boros karena berbeda operator tetap tidak jelas. Lalu aku menunggu mondar-mandir mencari-cari lalu aku sms Ino lagi dimana posisi ia sekarang. Akhirnya ia membalas bahwa ia masih di Kalibanteng. WEH! MASIH JAUH BANGET! FILM UDAH MAU MULAI KENAPA MASIH DIKALIBANTENG???? Lalu ku balas untuk cepat menuju ke XXI. Ini menyebalkan sekali. Aku menunggu dan melihat antrian orang-orang yang akan masuk ke studio 4 untuk melihat film yang akan ku tonton. Sampai antrian tersebut habis, seluruh ruangan sepi yang tersisa hanya aku dan seorang lelaki berkepala botak seksi yang duduk didepan studio 4.
Semakin gelisah. Ingat kata-kata Ino yang “jika kita datang telat, lebih dari 15 menit maka tiket akan gosong” hah?? Bagaimana jika itu terjadi padaku? Uang 50.000 ku melayang tanpa kesan dan penuh kekecewaan! Hingga aku berpikir untuk masuk duluan tetapi bagaimana nanti dengan PaUs? Tiketnya yang bawa aku. Modar! Akhirnya ku putuskan untuk tetap menuggu sendiri dan berharap semoga belum 15 menit. Jika pun nanti akhirnya gosong, yasudahlah mungkin ini akibat saya korupsi uang SPP. Aku duduk sambil menatap tiket yang begitu dekat dengan api dan akan gosong, aku menoleh ke kiri, ke arah eskalator dan aku melihat 3 orang lelaki yang sedang berlari dan melihat ke arahku. Wow, bagaikan cahaya penuh harapan yang menghampiriku, menerangiku didalam kegelapan dan api yang akan membuat tiketku gosong.
Mereka berlari, menghampiriku, menyapaku dan meminta tiketku. Kami berempat langsung bergegas masuk kedalam studio, menyerahkan tiket, menerima kacamata 3D, dan mencari tempat duduk kami. Dengan tergesa-gesa Ino dan Dika langsung menuju ke atas sedangkan aku mencari-cari dimana aku dan PaUs harus duduk. Aku lupa dengan nomor kursi dan dibaris manakah tempat duduk Kami yang aku ingat kami berdua duduk ditengah. Aku melihat tiket tetapi tidak kelihatan karena gelap. Lalu aku melihat PaUs menerangi tiketnya di LED yang tepasang pada kursi. Menurutku, itu hal yang sedikit konyol. Tetapi tak apalah. Lalu kami pun dapat menemukan kursi Kami dan menikmati film.
(cerita filmnya nonton sendiri :D)
Film pun selesai. Kami tidak langsung keluar melainkan duduk dahulu menunggu antrian pintu keluar agak sepi. Setelah agak sepi, kami keluar dan ketika diluar kami berempat bingung mau kemana. Aku yang wanita sendiri, hanya bisa mengikuti para lelaki yang aneh ini. Pertama ke toilet, tapi saya tidak ikutan masuk ke dalam lho. Kedua di samping eskalator, lalu menuju sebuah tempat duduk. PaUs dan Ino duduk. Aku dan Dika tidak duduk karena disamping mereka ada orangnya. Ino berdiri, PaUs ikutan berdiri. Lalu mereka berdua duduk lagi. Ino berdiri lagi, Paus ikutan berdiri lagi. PaUs ini benar-benar tidak mempunyai pendirian. Disela itu, kami mengobrol tentang film dan alasan mengapa mereka terlambat dan membuatku menunggu lama. Sampai akhirnya orang-orang disamping mereka pergi dan membuat aku dan Dika dapat duduk disamping mereka. Aku duduk diantara Ino dan Putra, dan Dika duduk disamping Ino. Menunggu Riska dan Ida keluar. Saya tidak canggung karena mereka semua temanku dan saya lumayan akrab dengan mereka dan mereka baik terhadap saya. Walaupun terkadang mereka menyebalkan, tetapi yasudahlah.. aku anggap biasa saja dan tak pernah terjadi. Aku tidak marah dan benci terhadap siapapun sampai saat ini. Semua kuanggap biasa saja karena saya orangnya santai dan cuek. Apapun sikap dan perbuatan semua orang tidak saya permasalahkan. Keterlambatan mereka pun aku lupakan.
Saya merasa nyaman karena posisiku diantara mereka tidak membuat saya canggung dan hanya terdiam tetapi aku dapat ikut bebicara, bercerita dan tertawa. Mereka menceritakan tentang kekonyolan mereka ketika hendak menonton film seperti alasan mengapa mereka terlambat, yaitu karena Ino dan Dika tidak menemukan Putra ditempat yang mereka janjikan untuk bertemu sampai-sampai Ino dan Dika muter-muter tempat tersebut padahal Putra sudah stay ditempat tersebut. Ini konyol. Bagaimanakah cara mata mereka digunakan dan melihat kearah mana sajakah sampai-sampai mereka tidak mengetahui letak satu sama lain padahal mereka berada diposisi yang begitu dekat? Konyol.
Lalu ketika Ino mencari tempat duduknya. Karena gelap, ia sampai menabrak tembok studio. Lalu kesalah pahaman Putra yang memegang gagang tempat duduk bioskop, karena gagang tersebut empuk dan halus dikiranya bahwa yang dipegang dan di grepe-grepenya adalah paha orang. Pikirannya jelek duluan dia. Ckck. Lalu akibat pertnyaan Ino “sehabis ini mau kemana” dan kebiasaan Putra menjawab “kalau ke hatimu bagaimana?” itu membuat mereka terlihat seperti pasangan abnormal. Untung ada aku diantara Ino dan Putra. Jika tidak ada mungkin mereka akan langsung berpegangan tangan dan bilang “ih.. co cweeet” ini agak menjijkan. Aku dan Dika pun hanya dapat tertawa. Lalu ketidak sadaran mereka jika mereka tidak aku telfon jika film akan segera dimulai mereka mengendarai kendaraannya dengan amat santai dan lambat bagaikan keong jalanan. Benar-benar tidak elit sekali. Dan masih banyak obrolan yang dapat membuat kami tertawa. Sampai akhirnya, Riska dan Ida keluar dengan bercucuran air mata dan menghampiri kami. Kami hanya bertanya kepada mereka, “ehm.. siapa ya? kita pernah kenal?” tiba-tiba ponselku berbunyi, Fani memanggil. Suaranya nyaring sekali sampai-sampai telingaku keluar darah. Oh nggak deng. Suranya tidak jelas, lalu aku matikan. Tak beberapa lama, Fani menelfon lagi, nggak jelas. Aku tutup. Yang pasti jika tidak salah dengar, ia mengatakan bahwa ia sedang berada di starbucks.
Kami memutuskan untuk turun, keluar menuju cafe dimana Fani berada dan jika melihat Fani Kami akan hanya melambaikan tangan dan pergi meninggalkan Paragon Mall. Setelah sampai diluar, kami tidak melihat Fani berada di starbucks. Mungkin mata Kami memang tidak jeli untuk mencari seseorang. Lalu Fani menelfonku kembali. Tidak jelas lagi dan aku suruh dia untuk sms. Dan jelas.. ternyata dia bertanya kepadaku “password wifi di Paragon mall itu apa?”. Jaelah, saya kira Fani melihat kami dan menyuruh kami masuk tetapi itu salah besar --
Kami masih bertanya kemana kami akan pergi. Riska mengajak untuk makan dahulu di KFC (maklum kantong pelajar, jadi makan yang murah). Tetapi Ino dan Dika mempunyai tujuan lain. Mereka ingin ke Sri Ratu untuk mencari dan mungkin membeli T-shirt. (ah, padalah saya tau kalau mereka tidak ingin ter”hipnotis” lagi untuk membeli CD di KFC ketika hari Jumat). Akhirnya, kami berpisah. Putra dan Ida langsung pulang kerumah, Ino dan Dika pergi ke Sri Ratu, dan aku bersama Riska bimbang antara ke KFC dulu atau langsung pulang. Namun akhirnya kami pulang dan sialnya ditengah perjalanan kami kehujanan. Sedikit basah, kami berteduh di sebuah mini market sambil bercerita kejadian tadi. Setelah reda, kami melanjutkan perjalanan dan sialnya lagi, ternyata daerah dekat rumah kami kering alias tidak hujan! Wow, ini menyebalkan sekali.
Sesampainya dirumah, sedikit perasaan takut dan canggung aku mengucapkan hati-hati dijalan dan semoga tidak dimarahi oleh Mamanya kepada Riska. Aku memasuki rumah. Aku melihat wajah ibu yang sedikit cemberut kepadaku. Aku kira ibu marah padaku karena aku pulang terlambat dan membohongi tentang aku akan mengerjakan tugas tetapi ternyata nonton film. Aku berjalan, mengucapkan salam, memberi alasan mengapa pulang terlambat, menaruh helm dan pergi ke kamar. Tiba-tiba ibu memasuki kamar. Aku langsung deg degan dan berfikir, pasti Mama mau bertanya aku kerja kelompok atau nonton film. Tetapi tanpa di duga, ternyata Mama malah meberikanku sebuah tahu goreng yang tidak lagi hangat dan ia pergi.
memakannya aku pergi mandi sambil berfikir bagaimana kalau nanti Mama bertanya seperti itu kepadaku? Sampai-sampai aku keliru, tanpa sadar aku mencuci rambutku menggunakan sabun cair.
Satu harapan, semoga Mama tidak bertanya soal ini kepadaku.
Sekian,
Salam santai.
0 komentar:
Posting Komentar